Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bukan hal yang baru untuk didengar telinga, di mana K3 merupakan aspek penting dalam semua industri. Tidak terkecuali di industri minyak dan gas di Indonesia.
Tak hanya soal keselamatan dan kesehatan kerja, K3 dianggap pula sebagai salah satu kunci penting untuk mencapai bisnis yang berkelanjutan sebagaimana dipaparkan pada hari terakhir diskusi panel “National Energy Week” secara daring dengan Komunitas Migas Indonesia chapter Rusia dan Eropa Timur (KMI-RET) sebagai penyelenggara acara.
Namun, seperti diketahui, dunia sendiri masih belum pulih dari pandemi. Lalu bagaimana dengan praktik K3 yang dapat diterapkan di masa pademi sehingga keberlanjutan bisnis masih terjaga? Dengan membawa tema “Kematangan Praktik-Praktik Terbaik K3 Dalam Industri Energi”, penumbuhan budaya K3, pembahasan K3 untuk bisnis, dan K3 di era digital dan masa pandemi berhasil dikemas secara menarik oleh para ahli yang hadir pada acara diskusi panel tersebut.
Direktur SDM & Penunjang Bisnis PT. Pertamina Hulu Energi, Leli Eprianto, mengatakan bahwa sejatinya K3 atau HSSE (Health, Safety, Security, and Environment) memiliki esensi membuat orang tetap sehat dan selamat sehingga manajemen HSSE yang benar bisa menggiring bisnis yang sustain (berlanjut).
Ia menambahkan, perusahaan harus memiliki 3 kelas penting yakni survive, growth dan yang utama adalah sustain yang menghasilkan kebermanfaatan. Pertamina sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia dalam industri minyak dan gas selalu mengukur budaya safety yang diterapkan demi menjaga sustainability.
SVP EPC PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, Wisnu Wijayanto, menambahkan langkah yang perlu diperhatikan dalam membangun fasilitas industri energi agar tetap aman dan ramah lingkungan sesuai dengan ketetapan yang sudah ada.
Guna memastikan ketepatan K3 dilaksanakan dengan baik menurut Wisnu, perlu adanya pemahaman bahwa semua ketetapan turunan yang dibuat pemerintah adalah berdasarkan dari fundamental dasar pada pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945.
Disebutkan pula jika tugas pemerintah adalah sebagai jembatan untuk menjamin keberlanjutan 2 (dua) kegiatan utama di bidang minyak dan gas yakni kebijakan hulu migas dan kebijakan hilir migas.
Ia menekankan bahwa keselamatan tidak hanya di lokasi kerja, namun juga di lingkungan dan wilayah sekitarnya, sektor oil and gas adalah sektor yang rentan terhadap keselamatan. Peraturan-peraturan migas yang dibuat harus selalu mengikuti perkembangan teknologi.
SVP Quality, HSE & System PT Waskita Karya, Subkhan menjelaskan lebih lanjut praktik K3 pada penggunaan teknologi bagi bidang konstruksi. Waskita telah mengembangkan sistem yang terhubung dengan cctv dan sistem Artificial Intelligence yang dapat dipantau secara real time selain itu juga membuat sistem yang menyediakan pembelajaran QHSE bagi vendor agar siap dan dapat terkualifikasi.
Ini selaras dengan komitmen yang dimiliki oleh Waskita dan dituangkan dalam kebijakan K3. Dalam praktiknya, pekerja diberi ruang untuk memberi masukan terhadap program K3.
Waskita memiliki pemikiran bahwa K3 merupakan daya saing perusahaan. Mereka meyakini bahwa QHSE merupakan satu kesatuan proses yang terintegrasi dengan bisnis dan sudah mengambil langkah-langkah K3 untuk kerja dengan situasi new normal.
Meninjau K3 di masa new normal, apa yang dijelaskan Alvin Alfiansyah dan Soehatman Ramli hampir serupa, dimana kecelakaan kerja meningkat seiring dengan meningkatnya kasus covid-19.
Menurut Soehatman Ramli ada isu perubahan kebutuhan manusia di masa pandemic, isu itu aka digunakan untuk membangun K3 kedepannya. K3 di masa depan akan berfokus ke era new normal.
Sementara itu, Alvin Alfiansyah menjelaskan hal-hal apa saja yang perlu dijadikan perhatian terutama di era new normal seperti antara lain regulasi yang perlu lebih detail, pemetaan aturan baru dan aturan lama praktik HSE di masa pandemic dan kalangan akademik yang diharapkan dapat mengajarkan budaya K3 sedari dini.
Pada diskusi panel sesi terakhir Certified Functional Safety Experts, Darmawan Mukharror, menambahkan pemaparan rinci peristiwa-peristiwa menyangkut safety pada orang-orang yang bekerja di lapangan serta dari perspektif ekonomi. Ada fakta yang diberikan bahwa ketika produksi minyak menurun maka biaya yang dikeluarkan untuk safety juga menurun sehingga kecelakaan kerja sering terjadi di saat-saat harga minyak turun.
Demi mencegah hal-hal serupa terjadi kembali maka harus menjaga komitmen dalam hal HSSE yaitu tidak menekan biaya dan tidak menurunkan jumlah pelatihan.
K3 tidak hanya sekedar kesehatan dan keselamatan kerja tertulis yang harus dipatuhi tetapi juga sebagai budaya yang harus dikembangkan dan sebagai daya saing perusahaan.
Ketua 1 KMI-RET, Muhammad Ikhsan Kiat, mengatakan, penyelenggaraan diskusi panel “National Energy Week” memberi ruang para penggiat energy untuk berkolaborasi. Kiranya kita dapat menerapkan budaya K3 yang terintegrasi bisa menjadi budaya nasional dan contoh bagi negara lain.